Foto: Ciputtranews.com
Dari enam orang yang pernah menjabat presiden di Indonesia memang tidak seorang pun dari mereka yang pernah menjadi pejabat kepala kelurahan, kepala kecamatan, bupati/walikota, atau gubernur. Padahal jabatan-jabatan politik dan birokrasi ini memungkinkan seseorang memiliki akar massa yang kuat dari suatu wilayah. Setidaknya, jika dia pernah menjabat sebagai bupati misalnya, maka dia memiliki beberapa pendukung setia dari kabupaten yang dia pernah pimpin.
Tentu Farhat Abbas tidak berpikir demikian ketika maju bertarung sebagai calon bupati di pemilu kada Kolaka yang baru saja berlangsung, Minggu (20/10) kemarin. Jarak antara pemilu kada Kolaka dan pemilihan presiden 2014 mendatang sangat dekat. Aneh jika dia terpilih jadi bupati lalu enam bulan kemudian pada April 2014 dia mundur dari jabatan bupati untuk mencalonkan diri sebagai capres.
Dan faktanya, pada pemilu kada di Kolaka Farhat Abbas berpasangan Sabaruddin La Bamba yang maju melalui jalur independen gagal menang. Berdasarkan hasil hitung cepat satu lembaga survei, pasangan ini hanya meraup 3,53 persen suara pemilih. Perolehan suara Farhat-Sabaruddin paling buncit dari lima pasangan yang bertarung. Kurang populerkah Farhat Abbas? Tentu saja dia sangat populer, terutama jika berpatokan pada berita-berita heboh tentang dirinya di media. Apalagi Farhat tergolong aktif berkicau di media sosial. Bukan kicauan biasa tentang orang biasa tetapi kicauan yang kadang menyulut kontroversi terkait orang-orang yang sudah populer.
Foto: Sultranews.com
Tengok saja beberapa kicauannya soal penangkapan Raffi Ahmad, meninggalnya Jeffry AlBuchori, mengancam bubarkan Cowboy Junior hingga soal dakwahnya Ustadz Solmed. Itu baru sebagian dari banyak lagi kabar heboh Farhat. Misalnya, mengambil posisi di pihak Adi Bin Slamet ketika Adi berseteru dengan Eyang Subur, menyerang Jokowi dan Ahok dengan sedikit memasukkan unsur sara, serta meluapkan amarah terhadap Najwa Shihab usai wawancara dalam acara program televisi Mata Najwa. Banyak dan masih banyak lagi kehebohan dari seorang Farhat.
Dari sekian puluh berita heboh yang dibuat Farhat, tentu tidak ada yang lebih ramai ketika dia mengumumkan rencana maju sebagai calon presiden 2014 lewat media sosial. Bahkan dalam deklarasi dirinya tersebut dia berjanji siap menggantung para koruptor bila kelak terpilih. Sayang, semangat Farhat yang terlanjut menggebu itu langsung menguap setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Farhat. Sebelumnya, Farhat mengajukan permohonan uji materi pasal 1 ayat 4, pasal 8, pasal 9, dan pasal 13 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dia mengadu nasib ke MK karena berniat maju sebagai capres dari jalur independen.
Gagal menang di MK bukan berarti akhir dari segalanya buat suami penyanyi Nia Daniati itu. Meski terkesan turun level dari capres menjadi cabup, Farhat mantap maju di pemilu kada Kolaka dari jalur independen setelah komunikasinya dengan Golkar, PAN, Partai Demokrasi Pembaruan berakhir gagal. Sayangnya, Farhat gagal memenuhi ambisinya menjadi bupati di tanah kelahiran ayahnya. Kerabat dan keluarga besarnya di Kolaka tidak cukup untuk menjadikan pengacara kelahiran Indragiri Hilir, Riau tersebut menjadi pemenang dalam pemilu kada Kolaka.
Apakah kekalahan Farhat tersebut akan menjadi berita heboh? Kita belum tahu. Selain karena hasil resmi dari KPU belum keluar, masih hasil hitung cepat, juga karena belum ada pernyataan dari Farhat soal hasil hitung cepat itu. Akan seheboh apa reaksi dan respons Farhat atas hasil pemilu kada di Kolaka? Mari kita tunggu
Foto: youtube.com
Andai nantinya Farhat merespons heboh kekalahan dalam pemilu kada Kolaka, saya hanya ingin menyarankan dia untuk belajar dari tiga-empat petikan lirik lagu Gelas-gelas Kaca yang pernah disenandungkan sang istri. Sepertinya takdir politik Farhat telah lama tertulis dalam lirik lagu tersebut: Gelas-gelas kaca//Bunyikan suara di manakah aku ini//Sepi yang mencekam menusuk hatiku//Kemana aku melangkah//Aku ingin pulang//Ke pangkuan ibunda sayang….

0 komentar:
Posting Komentar