Hehe judulnya lumayan menyeramkan ya? Kufur nikmat adalah sebuah kondisi ketika seseorang tidak mau atau kurang bersyukur terhadap nikmat yang sudah diberikan Tuhan YME (Allah SWT). Kufur nikmat menjadikan seseorang bukan hanya tidak mau bersyukur, tetapi malah merasa selalu kurang atau merasa tidak mendapatkan apa-apa.
Nah, kondisi sekarang ini di dunia perpolitikan kita, kira-kira seperti itu. Benarkah demikian? Boleh sama pendapatnya, boleh juga tidak dengan saya. Namanya juga berpendapat. Yang penting, argumennya kuat dan masuk akal. Bukan asal jeplak. Iya nggak?
Dalam ayat-ayatnya, Tuhan sering bertanya, “Nikmat apa lagi yang hendak kamu dustakan?” Ayat ini berulang-ulang tercantum dalam kitab suci umat Islam, Al Quran. Sebagai peringatan, bahwa Tuhan sudah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia. Mulai dari nikmat anggota badan yang lengkap, sehat, nafas menghirup oksigen gratis, sinar matahari yang terus terpancar dan lain sebagainya. Banyak sekali. Itulah kenapa, seyogyannya manusia bersyukur. “Kalau kamu bersyukur, niscaya nikmanya akan Ku tambah.” Demikian lanjut Tuhan. Ayat-ayatnya sangat masuk akal.
Namun apa yang terjadi dalam dunia perpolitikan kita? Hehe… nyaris semuanya, tidak pernah mau bersyukur terhadap kondisi negeri kita. Apalagi yang memposisikan diri sebagai oposisi atau lawan pemerintah. Saya melihat tidak ada rasa bersyukurnya sama sekali. Di kepala mereka, hanya ada pertanyaan “Kapan giliran saya memimpin?”, “Kapan saya giliran mendapatkan bagian?” dan sejenisnya. Sehingga, apa yang terjadi di Indonesia saat ini, selalu dianggap buruk, tidak ada kemajuan, dan kurang. Boleh-boleh saja merasa kurang, tapi syukuri dulu yang sudah ada. Begitu kata Tuhan, kalau manusia mau mendapatkan tambahan nikmat. Kalau tidak bersyukur dulu, nikmatnya akan ditahan di awang-awang, hehe.
Untunglah, Indonesia tidak hanya berisi segelintir elit politik yang kufur nikmat, walaupun mulai menular kepada sebagian masyarakat Indonesia yang juga demikian, kufur nikmat. Masih ada sebagian masyarakat Indonesia lainnya yang tetap bersyukur. Tetap bersyukur bahwa Indonesia masih eksis sampai saat ini, masih bersyukur bahwa krisis ekonomi dunia tidak menular ke Indonesia, masih bersyukur bahwa Indonesia termasuk yang tinggi pertumbuhan ekonominya dan masih bersyukur terhadap kondisi yang relatif stabil akhir-akhir ini.
Memang beda sudut pandang, akan berbeda pula pendapat kita, ya. Tapi Tuhan sudah mengajarkan sudut pandang dan pola pikir terbaik dalam menghadapi situasi apapun. Kata-Nya, terima dulu dan syukuri dulu apapun yang terjadi. Baru kemudian berbuat yang terbaik, memperbaiki kondisi yang ada, terus menerus menjadi lebih baik. Merugilah manusia yang hari ini lebih buruk dari kemarin. Kita harus yakin, bahwa kondisi Indonesia akan lebih baik lagi, lagi dan lagi. Semoga sudut pandang kita, pola pikir kita, lebih baik dalam menghadapi situasi di Indonesia saat ini.
Kasihan generasi mendatang, kalau pola pikir kita keliru. Kasihan anak cucu kita…

0 komentar:
Posting Komentar