blazer korea

Akar Persoalan Korupsi



1382511679657285023Tak dapat dipungkiri maraknya kasus korupsi yang terjadi di negeri ini makin hari kian memprihatinkan. Mulai dari eselon rendah hingga lembaga tinggi negara tak luput dari godaan syahwat korupsi. Korupsi telah menjalar ke tubuh tiga pilar negara yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif. Distribution of power yang dimaksudkan agar terjadi chek and balances justru saling berkolusi satu sama lain. Ini semua menunjukkan bahwa korupsi di negeri ini berada pada tingkat penyakit kronis. Butuh obat dengan dosis tinggi namun tepat untuk menyembuhkannya. Yang mesti dilakukan sebelum memikirkan obat penawar korupsi terlebih dahulu harus dilakukan diagnosa agar dosis yang diberikan nantinya proporsional dan mengantarkan pada kesembuhan.


Ada tiga hal mengapa demam korupsi di negeri ini tak kunjung reda bahkan bertambah parah.


Pertama , lunturnya sifat amanah sebagai kontrol internal. Pada poin pertama ini kita berbicara tentang hati nurani. Kembali kepada pribadi masing-masing apakah jabatan dipandang sebagai amanah atau untuk tujuan lain. Jika jabatan dipandang sebagai amanah yang harus ditegakkan tentu hasrat untuk korupsi bisa dilawan sekalipun mungkin kesempatan itu ada di depan mata. Sayangnya yang demikian sulit ditemukan. Jabatan lebih dipandang sebagai profesi, akibatnya tidak ada hubungan transenden dengan Tuhan sebagai kontrol internal dan yang utama. Padahal kesadaran akan eksistensi Tuhan yang akan menjadi benteng pertahanan pertama dari godaan korupsi, sebagai yang maha teliti dan maha mengetahui segala gerak-gerik hambanya, yang di hadapan-Nya seluruh amal hamba akan dipertanggung jawabkan.


Kedua, mahalnya biaya politik. Gelegar pesta demokrasi di negeri ini begitu mahal. Pemilu menjadi sebuah perhelatan dengan biaya yang semakin tak terjangkau, sang calon harus menguras isi dompetnya untuk sebuah kemenangan. Maka setelah menjabat, ia lebih sibuk berpikir memulangkan biaya kampanye yang telah dihabiskan. Tak menutup kemungkinan ia memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi untuk balik modal. Selama biaya politik masih selangit, maka dari situlah korupsi akan terus bersemai.


Ketiga , hukuman yang tidak setimpal. Negeri ini selalu mempertontonkan teater bertemakan ‘pisau tajam ke bawah, tumpul ke atas.’ Masyarakat bisa menyaksikan bagaimana para koruptor yang menggarong miliaran uang negara justru memperoleh perlakuan lebih ringan daripada yang dialami para pencuri sepasang sandal dan dua buah kakau. Padahal korupsi termasuk extra ordinary crime, namun mengapa pelakunya diperlakukan lebih ‘beradab’ daripada sekedar kasus pencurian biasa? Jika kerugian langsung pencurian sandal dan buah kakau hanya dialami oleh pemiliknya, bukankah korupsi itu merugikan negara yang kita cintai dan selama ini kita bela dengan jiwa dan raga? Penegakan hukum menjadi benteng terakhir bagi pencegahan kasus korupsi.


Mungkin poin pertama dan kedua butuh waktu lebih panjang agar terealisasi, namun pada poin ketiga inilah kita menaruh harapan besar untuk ‘membereskan’ kejahatan korupsi, karena ini yang paling memungkinkan dilaksanakan mulai detik ini.



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/23/akar-persoalan-korupsi-604201.html

Akar Persoalan Korupsi | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar