rumah adat toraja tampak menyembul di antara pepohonan hijau. di sinilah pusat kehidupan orang toraja berlangsung (dok.pri)
Siapa menyangka di daerah perbukitan tanah Toraja tersimpan sebuah kearifan lokal yang demikian berharga. Bukit-bukit menghijau menyembunyikan sebuah peradaban yang masih berpegang teguh pada sebuah budaya warisan leluhur. Rumah adat tanah Toraja berdiri gagah di antara rerimbunan pepohonan. Di rumah adat inilah pusat kehidupan orang Toraja berlangsung. Di Tongkonan dan lumbung-lumbungnya itulah tersembunyi sebuah kearifan lokal, yaitu makna kematian.
Makna kematian telah dilukiskan dalam batu-batu besar. Pada batu-batu besar itulah disemayamkan jenasah orang-orang Toraja. Sebuah keunikan sebab orang-orang Toraja yang bercocok tanam tidak menguburkan jenasah di tanah. Mereka menguburkan jenasah di bebatuan keras.
sebuah kubur yang terletak di tebing batu tampak gagah dengan areal sawah sebagai penghiasnya. di tebing-tebing seperti inilah orang-orang toraja dikuburkan, dengan melobangi tebing batu atau dengan menggunakan peti.
“Orang Toraja demikian menghargai bumi. Mereka menjaga tanah dengan baik” demikian jelas Pater Hendrik. Mungkin, penghargaan itulah yang mendasari orang-orang Toraja menguburkan jenasah tidak di tanah, melainkan di bebatuan. Tidak mengherankan jika hampir di setiap bebatuan besar dan keras kita akan menjumpai makam. Bebatuan itu dilubangi. Di dalam lubang itulah diletakkan jenasah-jenasah. Satu lubang bisa digunakan untuk puluhan jenasah. Ada kalanya, jenasah tidak dimasukkan ke lubang, melainkan diletakkan di peti dan digantung. Di beberapa lokasi, misalnya di Ke’te’ Kesu, kita akan menjumpai tulang belulang manusia yang telah berusiabelasan tahun berserak di tepian bukit batu.
tumpukan kerangka tampak mengonggok di atas sebuah peti mati. pemandangan seperti ini mudah kita temukan dalam kubur yang telah berusia lama. kerangka-kerangka kini tidak hanya berasal dari satu jenasah, melainkan banyak jenasah.
Kearifan lokal itu demikian jelas ketika kita mencoba menyelami ritual penguburan. Meski pun telah mati, tetapi orang belum dianggap mati jika belum dipestakan. Mereka masih diperlakukan sebagai orang hidup yang sedang sakit. Karena karena dianggap sakit, maka orang yang sudah meninggal tadi harus dirawat dan diperlakukan layaknya orang yang masih hidup. Keluarga harus menemaninya, menyediakan makanan, minuman dan rokok atau sirih. Kapan jenasah itu dipestakan pun tergantung pada keluarganya. Ada yang dipestakan setelah satu tahun. Bahkan ada yang lebih dari satu tahun, jenasah itu baru dipestakan. Tentu, selama disimpan, jenasah itu diawetkan terlebih dahulu.
jenasah dalam peti mati yang diletakkan di pelataran rumah. di belakangnya tampak lumbung-lumbung dan para pelayat yang duduk di bawah lumbung. sementara di depannya, tanduk-tanduk kerbau ditata sedemikian rupa. tanduk-tanduk kerbau menjadi salah satu penanda seberapa besar pesta kematian yang diadakan.
Ketika keluarga telah siap, diadakan pesta kematian. Pada saat inilah, jenasah baru dianggap mati. Pesta kematian adalah sebuah pesta besar. Jika mampu, keluarga besar bisa menyembelih puluhan lembu. Pesta berlangsung selama beberapa hari. Selama beberapa hari, ada beberapa prosesi. Misalnya prosesi pengenalan kerbau atau tedong; prosesi adu kerbau; prosesi potong kerbau; atau ada juga prosesi berkelahi secara berpasangan. Dan prosesi akhirnya adalah prosesi penguburan. Selama pesta itu, ratusan hingga ribuan orang bisa tumpah ruah. Semua itu tergantung pada status sosial dan kemampuan keluarga besar yang mengadakan pesta kematian. Para tamu akan diterima dan ditempatkan di rumah-rumah bambu yang telah dinomori.
prosesi menurunkan jenasah dari lakkien. jenasah yang telah disimpan dalam peti ini kemudian dibawa ke pelataran rumah sebelum akhirnya dibawa ke tempat penguburan
Prosesi penguburan diadakan di depan rumah. Sebelumnya, jenasah disimpan di sebuah rumah khusus yang disebut lakkien. Rumah ini dibuat khusus. Semakin tinggi, semakin menunjukkan status orang yang meninggal tersebut. Selama jenasah diletakkan di rumah inilah, aneka prosesi dilakukan. Prosesi penguburan dimulai dengan prosesi penurunan jenasah dan diarak menuju ke halaman rumah. Selama di halaman, keluarga inti akan menunggui jenasah.
sekelompok laki-laki mengelilingi peti jenasah sambil bergandengan tangan. dengan gerakan sederhana dan berulang mereka mengitari peti jenasah. gerakan tarian tersebut diserta nyanyian yang sederhana dan berulang-ulang.
Sebelum dibawa ke kubur, ada pujian yang diberikan. Para lelaki dengan pakaian adat bergandengan tangan mengelilingi jenasah yang telah diletakkan dalam keranda. Sementara itu, keluarga inti meratapi kematian jenasah. Hingga akhirnya, jenasah itu akan diarak menuju ke tempat ia akan dikuburkan.
sekelompok ibu-ibu menyanyikan lagu pujian dalam sebuah prosesi penguburan.
Sebuah kearifan lokal yang luar biasa. Kematian menjadi sebuah pesta. Melalui kematian, orang diajak untuk merenungi kehidupan. Sebuah jejak peradaban yang layak untuk mendapat apresiasi. Betapa negeri ini menyimpan pesona yang mestinya menggerakkan rasa bangga dan cinta pada tanah airnya.

0 komentar:
Posting Komentar