Kita membutuhkan pemimpin yang tangguh untuk ‘mengemudikan’ perahu negeri ini di masa yang akan datang. Sedapat mungkin pribadi yang dimaksud adalah yang memiliki idealisme tinggi terhadap cita-cita luhur bangsa ini yaitu menjadikan masyarakat yang berkeadilan dan makmur. Pemimpin tersebut harus tegas punya prinsip dan tidak egois, maksudnya pemimpin tersebut dapat menghimpun semua potensi yang menyebar pada tokoh-tokoh bangsa ini untuk difungsikan membangun Negeri ini dengan jalan mengembalikan kedaulatan rakyat.
Kemungkinan itu sangat terbuka jika para pemimimpin dan pejabat Negara ini punya I’tikad yang kuat untuk berkontribusi mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Rakyat sudah dengan pasti akan mendukung jika para pemangku jabatan itu jelas keberpihakannya pada kepentingan rakyat. Indonesia ini Negara besar dengan permasalahan yang kompleks tidak akan dapat dipimpin dengan cara sekarang ‘Negara Kesatuan’ namum para pemimipinnya dari pusat sampai daerah ‘tidak menyatu’ karena merasa mendapat amanat langsung dari rakyat merasa dipilih langsung jadilah mereka ‘raja-raja kecil’.
Kalau sudah jadi raja kecil dan kebablasan kan bisa ‘jual’ daerah kekuasaannya atau ‘potensi alamnya’ pada kuatan siluman dalihnya sederhana ‘mengundang investor’ baik dalam maupun luar negeri. Perhatikanlah apa yang terjadi siapa yang punya lahan perkebunan, potensi tambang dll di daerah-daerah yang ada pada saat ini ? jawabannya swasta dan perusahaan asing!!!. Apakah hadirnya investor didaerah menjadikan SDM nya berdaya? Kan tidak urbanisasi makin menggila, mereka banyak yang memilih jadi TKI, ironisnya di negeri orang kerjanya dikebun sawit, pabrik triplek yang ada di hutan!!!. Menjadi jelas mengapa pada sengketa pilkada yang jadi kasus di MK ada pengusaha disitu…. Ujung dari semua ini adalah pelemahan sendi-sendi ekonomi bangsa, kalau ini terjadi maka bangsa ini akan jadi objek ‘Imprealisme Ekonomi’. Menyedihkan ini buah dari ‘Demokrasi Uang’ ala Negeri ini.
Ada hal menarik pagi ini dari ucapan mentri prehubungan tentang akan terbitnya peraturan Presiden yang isi nya instruksi untuk dilakukannya koordinasi vertikal, horizontal, dan diagonal antar-pemerintah daerah di kawasan Jabodetabek dalam mengatasi macet. Pertanyaannya adalah kenapa perlu Perpres? Apa nggak cukup di kontak saja para pejabat terkait itu?. Dan lebih menarik lagi pernyataan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bisa sendirian mengatasi persoalan kemacetan Jakarta. Analogi saya adalah jika memang perpres dikeluarkan atas inisiatif kepala Negara mestinya beliau juga menyadari bahwa tidak akan mampu mengatasi persoalan Indonesia tanpa berbesar hati untuk mengajak semua pihak bersatu membangun negeri ini. Tidak terjebak pada polemik partai yang akan menyuburkan ‘New Devide Et Impera’ . Sadar atupun tidak gejala itu sudah mulai terasa pada tubuh pemerintahan di negeri ini. Tapi tampaknya idea ini hanya akan jadi mimipi, sebab menyatukan dalam tubuh partai pengusungnya saja ternyata tidak mudah.
Jika benar untuk melakukan koordinasi antar kepala daerah yang ada di bawah presiden itu perlu diterbitkan perpres karena aksesibilitas atasan ke bawahan terkendala oleh pemilihan langsung dari multi partai. Bisa jadi kepala daerah lebih patuh pada pimpinan partai ketimbang presiden. Jalan keluarnya adalah pimpinan Negara terpilih harus mampu membangun komunikasi yang konstruktif dengan semua pimpinan partai agar semua kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan langsung itu dapat sejalan dengan ide kolektif membangun bangsa dibawah payung UUD 45 itu. Kalau tidak ya ‘ini negeri gila’. Sayangnya akhir pemerintahan ini sudah makin dekat. Namun untuk meraih mimpi tidak ada kata terlambat.

0 komentar:
Posting Komentar