blazer korea

Street Art Jogja Mulai tidak Dapat Dukungan Lagi



Street Art merupakan sebuah seni rupa jalanan yang tergambar dengan model graffiti maupun mural, biasanya dalam rangka hari-hari besar sejumlah seniman menggelar kegiatan street art. Para seniman tersebut menuangkan pesannya dalam bentuk tulisan atau gambar yang biasanya bertemakan sosial maupun politik. Bagi para seniman, street art adalah seni jalanan yang dianggap sebagai keindahan kota yang artistik.


Namun, aktifitas para seniman tidak sepandangan dengan penguasa yang menganggap bahwa street art hanyalah ajang mengotorkan dinding-dinding jalanan. Persepsi penguasa adalah ingin kotanya terlihat rapi dan bersih tanpa coretan. Akhirnya langkah penguasa mengurangi aktifitas street art adalah menangkap street artist yang sedang melakukan aksinya. Muhammad Arif Yuwono, seorang street artist yang disidang karena mengkritik pemerintah dengan tulisan “JOGJA ORA DIDOL” (Jogja tidak dijual), Arif menulis tulisan ini di dinding rumah di perempatan jalan yang sudah tidak dihuni, dan rumah itu biasanya digunakan para seniman untuk menyalurkan pesannya dalam bentk street art. Dalam sidang Arif berpendapat bahwa ia melakukan itu agar masyarakat paham dan berharap tulisan tersebut dapat dipandang baik, karena akhir-akhir ini walikota Jogja membiarkan para pengusaha membangun hotel, hostel atau semacamnya, sepanjang jalan dipadati oleh hotel. Padahal Jogja semakin sempit dengan lahan taman kota, Arif membuat tulisan tersebut juga untuk menyinggung walikota akan tanggung jawabnya. Sidang akhirnya memutuskan bahwa Arif didenda 1000 rupiah sebagai ongkos perkara karena melanggar pasal 1 ayat 1 Perda no 18 tahun 2002 tentang pengelolaan kebersihan. Langkah selain itu adalah, Walikota Yogyakarta juga menghapus komunitas street art dan street art mulai dilarang. Disinilah yang menjadi masalah antara seniman dan penguasa.


Sejarah street art sendiri memang berasal dari graffiti yang berupa coretan-coretan yang tidak teratur, berbeda dengan seni pahat dan seni lukis yang teratur dan indah dipandang. Para penguasa beranggapan bahwa street art merupakan vandalisme. Justru yang harus dipandang sebagai vandalisme adalah coret-coretan yang tidak mempunyai arti, seperti coretan geng sekolah. Akan tetapi penguasa tidak bisa membedakan mana yang termasuk vandalisme atau bukan. Padahal, banyak keuntungan yang di dapat dari pembuatan mural. Semakin banyak mural yang ada dijalan, semakin banyak pesan positif tersalurkan dan semakin memancing masyarakat untuk bersikap reaksioner.



1382365524121573731

graffiti di dinding jalan yang dibuat oleh para street artist



1382365605523898680

Mural yang bertemakan lingkungan



1382365777643534445

Perbedaannya yaitu dinding bawah merupakan mural, dan dinding atas merupakan vandal.



Bukankah Yogyakarta terkenal sebagai kota seni? Seharusnya penguasa tidak menjauhkan kota Yogyakarta dari hal-hal yang berbau seni, karena yang khas dari Yogyakarta memanglah keseniannya. Lalu jika berbagai komunitas dihapus, bagaimana cara seniman menuangkan pesan dalam kreatifitasnya? Hal inilah yang harus dipahami oleh penguasa, jangan hanya mengedepankan sikap ego semata. Solusi yang dapat ditawarkan adalah memberi ruang kepada para seniman untuk mengambil peran mereka di masyarakat.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/21/street-art-jogja-mulai-tidak-dapat-dukungan-lagi-603723.html

Street Art Jogja Mulai tidak Dapat Dukungan Lagi | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar