blazer korea

Tempe Bosok di Pilkada Padang



“Aku mencium bau kekalahan menguar di 9 dari 10 pasang calon Walikota Padang! Ah, bau kekalahan paling menyengat, ternyata, berasal dari “pasangan ABG” yg berfoto ala model di baliho-baliho itu… hahaha :v”


Melihat statusku nangkring begitu di Facebook, seorang Facebooker sekaligus Kompasianer paling gaek namun penuh vitalitas, namanya Pak Ishak Harun, segera menghambur dengan komentarnya. “Ya kalau sepuluh calon pasti yang kalah 9, tapi Padang bisa menghasilkan sepuluh calon memang luar biasa, rekor barang kali.”


Aku cekikikan membaca komentar Pak Is. Karena benar adanya. Kutambahkan, barangkali saja Pilkada Padang masuk Museum Rekor Indonesia, karena melibatkan 10 pasang kontestan, 7 independen dan 3 dari jalur partai.


Baiklah. Kembali ke jalur bau kekalahan tadi. Ternyata, pula, bau kekalahan itu agak amis. Pasalnya, bau itu dikonstruksikan dari berbagai campuran ambisi, gelontoran uang, dan polusi baliho di mana-mana. Makin amis lagi karena sebagian besar dari kontes-kecantikan-politik ini kelupaan mengukur baju.


Si Anu bin Fulan ini siapa? Tahu-tahun balihonya memenuhi setiap sudut kota. Minta dipilih untuk menjadi walikota. Visinya enggak jelas, program enggak jelas, kekuatan kharakter rekam jejak kepemimpinan, juga enggak jelas. Tahu-tahun nyalon.


“Kelihatan dari semua kandidat tidak ada yang sekaliber setengah saja tidak dari Jokowi-Ahok; kandidatnya barang lama semua dan kurang lebih mentalnya lama, jadi jangan harap ada kejutan hehehe,” celetuk Mas Sudarto.


“Aku mencium (tanda-tanda) tempe bosok, turahane wingi sing ora payu. Piye Kang Tom? Kalau banyak pasangan, isih kalah karo sing neng Papua, 11 pasang,” kata Mas Windy Subanto tiba-tiba muncul entah dari mana dengan bahasa Jawanya yang khas.


Semalam, sebelum tidur, saya ngobrol sama istri soal Pilkada Padang. Si istri bingung nyoblos siapa tanggal 30 Oktober 2013 mendatang. Habisnya ada 10 pasang! Pastinya, mbentangin kertas suara saja akan kesulitan saking lebarnya. Belum lagi menentukan siapa yang layak jadi walikota dan wakil walikota.


Habisnya lagi, seluruh pasangan ini tidak jelas sepak terjang prestasi kepemimpinan publik sebelum nyalon. Visi kerakyatannya seperti apa. Kurang blusukan juga, kurang gaul, sehingga nyaris tak dikenal luas oleh masyarakat, kecuali hanya oleh lingkaran terdalam pendukungnya.


Yo, wislah, memang enggak ada “Jokowi-Ahok” di Pilkada Padang mau diapain lagi. Pilih saja, seolah pergi ke pasar mau beli “tempe bosok” seikat seharga Rp 1000! Diobral! Diobral! Yang penting sebaiknya tetap beli (baca: enggak golput) supaya tidak tangan kosong waktu pulang ke rumah.


Aku sih optimis tempe bosok itu bisa jadi panganan yang lezat kalau dimasak dengan tepat, bumbunya pas, kasih irisan cabe rawit, dan sedikit bawang bombay. Alhasil, berhasil memuaskan lidah pembeli dan penikmatnya.


(SP)



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/24/tempe-bosok-di-pilkada-padang-603358.html

Tempe Bosok di Pilkada Padang | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar