blazer korea

Catat! Tanpa Uang Pun, Kami Bisa Memilih



Negara ini belum tuntas menyelesaikan masalahnya, terutama masalahnya dalam bidang hukum (kasus MK), bibit masalah baru mulai bergulir. Kadang saya berpikir bahwa ‘adagium’ yang sering dilontarkan “masalah ada untuk diatasi” ada benarnya juga. Tanpa masalah, orang akan merasa nyaman dan merasa tidak ada sesuatu yang perlu diperjuangkan. Namun, apakah ‘adagium’ ini menjadi hipnotis yang kuat untuk menciptakan masalah-masalah yang tak berujung karena ketiadaan solusi?


Menjelang PEMILU 2014, dunia politik kita semakin panas. Semakin sengit dengan perdebatan-perdebatan yang hebat. Baik mereka yang ikut berkompetisi maupun para pendukungnya tidak kalah hebohnya dalam melaksanakan sosialisasi dalam berbagai bentuk yang dapat mempengaruhi opini publik. Ada cara-cara yang baik, tidak dapat dipungkiri bahwa ada pula cara-cara yang jelek.


Money Politic, suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Baru-baru ini, dunia hukum kita dihebohkan oleh praktek ’suap-menyuap’ ini. Masalah ini belum tuntas, praktek-praktek ini juga mulai dipakai menjelang ‘pesta demokrasi’ 2014.


Praktek politik seperti ini tidak hanya dalam bentuk suap-menyuap dengan uang. Janji-janji palsu dengan iming-iming memberikan sesuatu setelah tujuan dari pelaku politik tercapai pun, merupakan praktek money politic. Bagaimana kita mengamati praktek ini dalam hari-hari menjelang PEMILU 2014?


Saya bukan tidak tertarik dengan politik. Bukan pula mendewakan politik sebagai satu-satunya cara untuk mencapai kebaikan. Politik hanyalah salah satu cara yang terorganisir untuk mencapai kebaikan bersama. Akhir-akhir ini, saya tidak simpati dengan cara-cara para politikus yang berkompetisi dengan gaya-gaya yang tidak wajar (untuk tidak mengatakan menjijikan). Mereka menganggap bahwa seluruh rakyat mengidap penyakit ‘matre’. Rakyat, di mata mereka adalah haus akan uang dan janji. Karenanya, mereka tampil dengan gaya ‘perlente’ dan ingin meyakinkan rakyat bahwa mereka tidak kekurangan apa pun. Mulailah dengan gaya berpakaian, gaya berbicara dan gaya pamer ini dan pamer itu. Pokoknya, mereka tampil ‘wah’ dan seperti tidak ada masalah apa pun yang mereka hadapi. Mereka mem-posisi-kan diri sebagai salah satu dari orang yang tidak punya beban, dan lepas dari berbagai masalah yang sedang menimpa negara ini.


Rakyat, yang notabene mayoritas berstatus ekonomi menengah ke bawah adalah penduduk negara ini. Keinginan mereka terbaca dengan mudah oleh para pelaku politik. UANG! Meskipun itu hanya sesaat dan akan menggilas kehidupan mereka dalam jangka waktu yang lama, tapi alasan kebutuhan perut membuat mereka seolah-olah tidak sanggup menolak segala tawaran menarik dari para pemain politik ini.


Menjelang PEMILU 2014 ini, mari kita (pembaca) menghimbau orang-orang yang dekat dengan kita, masyarakat di sekitar kita, agar bijaksana dalam menanggapi praktek-praktek politik yang sudah mulai bergulir ini. “Catat! Tanpa Uang pun, kami bisa memilih” hendaknya menjadi suara kita bersama. Kita telah menjadi korban politik seperti ini selama bertahun-tahun.


Ukuran baik buruknya politik menurut Thomas Aquinas adalah kebaikan bersama. Bukan ‘berapa banyaknya uang’ yang sanggup diberi. Bukan pula seperti apa ‘manisnya’ janji yang dilontarkan. Bila visi dan misinya untuk ‘kebaikan bersama’ praktek politik di atas tidak mungkin dilakukan. Tapi bila visi dan misinya hanya untuk kepentingan pribadi, politik akan menjadi lahan bisnis dengan perhitungan akan mendapatkan modal + untung = target.


“Catat! Tanpa uang, kami bisa memilih. Selama ini, pembodohan dengan menggunakan uang telah merusak sistem negara ini. Saatnya untuk memulai yang baru”.


Salam Kompasiana


Fidhar



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/10/24/catat-tanpa-uang-pun-kami-bisa-memilih-603302.html

Catat! Tanpa Uang Pun, Kami Bisa Memilih | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar