Entah angin dari mana tiba-tiba anak perempuanku yang paling kecil minta dibelikan jilbab. Anakku disekolahkan di sekolah Katolik yang cukup favorit di kota kami. Setiap hari di rumah sering mendengarkan pujian penyembahan atau lagu-lagu rohani, sering diajak berdoa, saat teduh dan membaca alkitab juga diperdengarkan kisah-kisah dari alkitab. Setiap hari Minggu ikut dengan rajinnya di Sekolah Minggu Gereja kami. Di sekolah minggunya sering maju ke dapan untuk menari dan menyanyi lagu rohani dan bahkan kadang belajar mimpin doa makan. Tapi hari itu dia minta jilbab kepada ibunya.
Ibunya cerita kepadaku, setelah merenung sebentar akhirnya aku mengizinkan anak bungsu kami untuk memakai jilbab. Mulanya, kami meminjam jilbab kecil kepada Bude tetangga sebelah, namun karena kekecilan akhirnya kami mendatangi toko busana muslim untuk membeli jilbab anak-anak buat si bungsu kami yang cantik. Kami membeli jilbab yang bisa langsung dipakaikan ke kepala tanpa ribet memakai jarum pentul segala.
Ketika dia dipakaikan jilbab, terlihat sangat cantik, lucu dan unik. Keluarga Kristeniyah (hehe…), anaknya memakai jilbab muslim. Jadi ingat lagi masa-masa kuliah dulu waktu aku menyukai lagu “Aisyah Adinda Kita” yang dibawakan oleh Bimbo.
Ketika dia memelukku sambil memakai jilbabnya itu, saat itu aku sedang membaca alkitab. Bagi orang lain mungkin suatu kontradiksi, namun bagiku merasakan suatu harmoni dan aura keluarga Kristen Ortodoks Siria. Tiba-tiba aku mengingat sesuatu dan ada rasa haru yang muncul kemudian.
Aku teringat, setelah aku bersaksi kepada keluarga mengenai pertobatanku. Walaupun mereka menerimanya tanpa syarat, tapi mereka mungkin merasakan suatu “gegar kebatinan”. Karena saat itu beberapa saudaraku yang wanita tiba-tiba pada memakai jilbab minimalnya berkerudung. Mungkin ada rasa was-was mereka juga akan murtad dan untuk menghalanginya mereka tiba-tiba jadi memakai simbol-simbol ketaatan beragama.
Dengan berjalannya waktu, akhirnya kerudung dan jilbab mereka itu dilipat dan disimpan kembali di lemari. Dipakai kalau ada acara pengajian dan acara-acara besar keagamaan saja. Itu yang sangat kusayangkan, karena saya berharap mereka menjadi lebih sunguh-sungguh dan menjadi muslimah yang sejati. Lebih mendekatkan diri kepada Ilahi Robbi, mencari Tuhan dan maka kupercaya mereka pun akan mendapatkan-Nya, amin. Itulah yang terus kudoakan.
Kembali kepada si bungsu. Pernah suatu hari Minggu aku mau membawanya ke sekolah minggu gereja sambil memakai jilbab, namun niat itu ku urungkan takut teman-temannya dan guru sekolah minggunya belum siap.
Ada kejadian yang menarik, saat di rumahku ada pengajian kristen / persekutuan. Para jemaat kebanyakan keluarga muda maka mereka membawa anak-anak kecil yang sebaya dengan si bungsu. Sedang seru-serunya bermain si bungsu pergi ke kamar dulu, kemudian ke luar lagi sambil memakai jilbabnya. Banyak jemaat yang agak kaget (belum tahu dia, hehe…), lalu kami jelaskan dengan panjang lebar kepada mereka sejarah dan maksud serta tujuan memakai jilbab tersebut.
Sayangnya, sekarang dia tidak mau memakai jilbabnya lagi, mungkin sudah bosan. padahal diriku sampai sekarang masih senang memakai sarung dan berbaju koko, bahkan kadang-kadang memakai peci.
Aku mengizinkan anakku yang bungsu memakai jilbab untuk melatih toleransi kepada anakku selagi masih kecil dan menunjukkan kepada jemaat gereja untuk tidak merasa aneh orang kristen memakai jilbab, sebab di Timur Tengah sana mereka pada memakai jilbab baik muslimah maupun kristeniyah. Demikian.

0 komentar:
Posting Komentar