Independensi Lembaga Survei Kembali Diperbincangkan oleh publik: Sumber: makassar.tribunnews.com
Pro dan kontra tentang keberadaan sebuah lembaga survei dalam dunia politik sampai saat ini memang terus mengemuka di Indonesia. Yang pro, beranggapan bahwa hasil survei, kredibilitas dan validitasnya bisa dipercaya karena dilakukan dengan metode yang ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan yang kontra beranggapan bahwa, hasil survei terkadang atau bahkan sering menjadi alat bagi seseorang atau kelompok untuk kepentingan tertentu, sehingga kredibiltas dan validitasnya tidaklah objektif kalau tidak mau dikatakan bohong.
Mempertanyakan kembali keberadaan lembaga survei dalam dunia politik khususnya dalam konteks elektabilitas presiden, kembali menghangat diperbincangkan oleh publik. Hal ini mengemuka setelah hebohnya hasil sebuah lembaga survei mengenai tingkat elektabilitas calon presiden, yang tidak memasukkan nama Jokowi dan Prabowo, yang menurut lembaga survei bersangkutan, kedua nama ini hanya merupakan kandidat capres wacana, sedangkan nama lainnya seperti Megawatai, Aburizal Bakrie, Dahlan Iskan adalah kandidat capres riil.
Mencermati polemik itu, Metro TV, melalui programnya Prime Time News Senin, (21/10/2013) pada pukul 18.00 WIB melaksanakan diskusi tentang sebuah lembaga survei yang dianggap bersikap tendesius. Metro TV membuat judul diskusi ini “Menakar Independensi Lembaga Survei”.
Tidak tanggung-tanggung, Metro TV menghadirkan lima narasumber. Dua narasumber yang hadir langsung di studio adalah Analis Komunikasi Politik Prof. Tjipta Lesmana, dan Pengamat Politik, Gun Gun Heryanto, sedangkan tiga narasumber lainnya memberikan pendapatnya melalui sambungan telefon. Mereka adalah Pengamat Politik Boni Hargens yang memberikan pendapatnya dari negeri Jerman, Wasekjen PDIP Hasto Kristanto, dan Politikus Gerindra Desmon J. Mahesa.
Semua narasumber dalam acara ini, menganggap hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny J.A itu tidak objektif, tendensius, merupakan pesanan, dan menggunakan metode yang lemah. Berikut ini penggalan pernyataan-pernyataan lima narasumber yang tertangkap oleh saya pada acara tersebut:
Prof. Cipta Lesmana:
Ini hasil survei yang paling jelek dari LSI, sepanjang sejak keberadaan LSI. Survei ini tidak lagi objektif. Serta Prof. berpesan kepada kaum akedemisi dan intelektual yang berada dibelakang lembaga survei untuk tidak “melacurkan diri” demi uang, dan tetap memperhatikan etika dan moral sebagai seorang akademisi dan kaum intelektual dalam bekerja.
Gun Gun Heryanto:
Hasil survei jangan dianggap sebagai sebuah kebenaran mutlak, tetap harus dikritisi. Jika hasil survei dipublikasikan di media, makan harus ada second opinion (pendapat kedua) dari para pakar. Survei tetap perlu untuk mengukur elektabilitas, tapi jangan sekali-kali mempermainkan metodologinya.
Boni Hargens: “Hasil survei ini melawan logika publik”
Desmon J Mahesa: “Survei ini omong kosong”
Hasto Kristianto: Lebih menekankan mengenai tidak dimasukkannya Jokowi dalam survei tersebut.
Begitulah kira-kira kesimpulan dari pendapat-pendapat narasumber dalam diskusi mengenai hasil survei LSI baru-baru ini tentang calon presiden dan Pemilu 2014.
Tanggapan bernada negatif yang datang dari publik mengenai hasil survei LSI ini juga didasarkan pada kenyataan bahwa, survei ini dibuat dalam rangka ulang tahun partai Golkar, yang dalam hasil survei itu, presidennya ditempatkan di urutan kedua sebagai calon presiden di bawah Megawati, sedangkan partai Golkar bahkan ada diurutan pertama sebagai calon pemenang Pemilu 2014 nanti. Apakah Lembaga Survei masih perlu dalam dunia politik? Kita lihat saja nanti…
Baca artikel terkait :
http://politik.kompasiana.com/2013/10/21/survei-lsi-capres-riil-2014-megawati-aburizal-dan-dahlan-iskan-602569.html

0 komentar:
Posting Komentar